Empati Sang Pemimpin di Tengah Trauma Ratusan Pedagang Pasar Terapung

KILASRIAU.com - Pasar Sembako Jalan Yos Sudarso, Tembilahan, perlahan bangkit dari puing. Sisa-sisa kebakaran yang terjadi pada Jumat, 10 Oktober 2025, masih membekas, tetapi semangat para pedagang untuk bertahan hidup sudah mulai terlihat.
Dengan material seadanya, mereka membangun kembali lapak lapak darurat. Di tengah keprihatinan itu, harapan mereka tertuju pada satu sosok Bupati Indragiri Hilir, H Herman SE MT.
Kehadiran Bupati di lokasi kebakaran sore itu dinantikan. Ia datang setelah menunda agenda di luar daerah, langkah pertama yang menunjukkan perhatiannya.
- Penasihat DWP Inhil, Katerina Susanti Herman, Buka Resmi Kegiatan Fun Game Semarak HUT DWP ke-26
- Kapolres Inhil Jadi Keynote Speaker dalam Dialog Kebangsaan HMI Tembilahan: Dorong Generasi Muda Wujudkan Transformasi Hijau Menuju Generasi Emas 2045
- Kapolda Riau Ajak Doa dan Makan Bersama Suporter PSPS Pekanbaru di Stadion Kaharuddin Nasution
- Satpolairud Polres Inhil Laksanakan Program “JALUR” Cegah Tindak Pidana di Wilayah Perairan
- Bupati Inhil Sampaikan Keprihatinan atas Kebakaran Pasar Terapung, Pastikan Langkah Cepat untuk Pedagang Terdampak
Di hadapan para pedagang yang telah dua kali mengalami musibah serupa (2019 dan 2025), Bupati tidak hanya menyampaikan belasungkawa, tetapi langsung memaparkan langkah konkret dan bernuansa empati.
KEBIJAKAN YANG MENGUTAMAKAN PEDAGANG KECIL
Dengan lugas, Herman memulai dengan penegasan pentingnya transparansi. "Hari ini tercatat 313 pedagang, tetapi mungkin di dalamnya termasuk para 'toke' atau pemilik modal. Nanti akan kita hitung ulang," ujarnya.
Pernyataan ini langsung menyentuh akar masalah, ketidakadilan dalam penguasaan lapak.
Kebijakannya jelas dan pro rakyat kecil. Solusi jangka pendek adalah memindahkan semua pedagang ke dalam lokasi yang ditentukan agar kegiatan jual beli segera pulih.
Namun, untuk jangka panjang, ia berkomitmen membangun pasar yang layak.
"Kebijakan ini kami khususkan untuk pedagang kecil yang benar benar berjualan, terutama pedagang lama yang modalnya terbatas," tegasnya.
Ia juga dengan bijak mengambil pelajaran dari masa lalu. "Kita tidak ingin kondisi 'sementara' seperti di Pasar Ikan yang sampai 10 tahun," ucapnya, seraya berjanji untuk mempercepat pembangunan pasar permanen dalam kurun waktu yang wajar.
REVITALISASI DAN PENERTIBAN YANG MANUSIAWI
Bupati memahami bahwa membangun kembali bukan sekadar memulihkan fisik, tetapi juga menata sistem. Ia menyoroti masalah penertiban, termasuk bangunan di daerah aliran sungai dan praktik pungutan yang tidak jelas di masa lalu.
"Kesalahan kita juga karena tidak memelihara tempat ini dengan baik. Maka dari itu, nanti kita akan bangunkan tempat berjualan yang layak," ujarnya, mengakui peran pemerintah dalam keterpurukan ini.
Komitmennya terhadap keadilan sosial sangat kuat. Ia dengan tegas melarang praktik jual beli atau pemindah tanganan lapak yang merupakan aset pemerintah.
"Kalau selama ini mereka menyewa dari pemerintah, maka tidak boleh pindah tangan sendiri.Gedung pemerintah adalah milik pemerintah untuk dimanfaatkan bagi seluruh masyarakat yang ingin berusaha," imbuhnya.
Bahkan, bagi pedagang yang menguasai banyak lapak, ia meminta mereka memilih satu, dan lapak lainnya akan dialihkan untuk masyarakat yang membutuhkan.
SEBUAH KEPEMIMPINAN YANG MENENANGKAN
Langkah-langkah yang diumumkan Bupati ini menjadi penawar bagi luka dan trauma ratusan pedagang. Di tengah kondisi keuangan daerah yang tidak mudah, ia menunjukkan political will yang kuat untuk bekerja keras demi kenyamanan warganya.
"Walaupun kondisi keuangan daerah seperti ini, ini adalah kerja keras kita untuk menciptakan tempat berjualan yang nyaman," janjinya.
KEBIJAKANNYA TIDAK HANYA RESPONSIF, TETAPI JUGA VISIONER
Ia tidak hanya memadamkan api yang membakar pasar, tetapi juga berusaha memadamkan "api" ketidakpastian dan ketidakadilan yang telah lama membara.
Kehadirannya yang tepat waktu, meski terlambat secara jam, justru menunjukkan bahwa yang terpenting adalah solusi yang tertib dan nyaman, bukan sekadar ceremonial.
Keputusan yang diambil H. Herman SE MT, bukan sekadar instruksi birokrasi, melainkan sebentuk empati yang dirasakan langsung oleh korban.
Dalam kepemimpinan, ketegasan dalam penegakan aturan harus berjalan beriringan dengan kelembutan dalam mendengar jeritan rakyat. Pada sore itu di Tembilahan, sang pemimpin hadir tidak hanya sebagai penguasa, tetapi sebagai pelindung yang mengulurkan tangan untuk membangkitkan kembali harapan ratusan pedagang yang sedang terluka.
Penulis: Raharjo
Tulis Komentar